Minggu, 03 Maret 2013

Donna - Donna

Hadi menatapnya lekat dan dia tak berani menantang mata pria itu.  Endah diam, Donna tak mungkin bersuara. Akhirnya semua diam tanpa suara. Orang – orang dalam food court itu masih ramai dengan ceritanya masing – masing, dan mereka tetap diam. Hanya Donna yang hampir menangis. Hadi terlihat kecewa. Tak ada percakapan lagi. Akhirnya Hadi berpamitan balik ke hotelnya di seputaran Natsepa. Namun sebelum balik dia meminta spidol yang digenggam hampir patah oleh Donna dan menulis sesuatu di tisu itu. Agak panjang.

***********************************************

On a wagon bound for market
there`s a calf with a mournful eye.
High above him there`s a swallow,
winging swiftly through the sky.
How the winds are laughing,
they laugh with all their might.
Laugh and laugh the whole day through,
and half the summer`s night.


            Donna – Donna –nya Joan Baez mengalun merdu berkelok – kelok memecah pagi. Angin sejuk meniup sepoi melambai – lambaikan kain jendela kamar yang tipis. Donna duduk disana, berpegang pada lututnya di jendela yang di design khusus agar bisa diduduki itu. Tubuhnya masih dibalut piyama merah burgundy dengan corak kotak – kotak kesukaanya. Dia melepas pandang pada pada ikan – ikan koi di kolam dibawah. Rumahnya bertingkat dua dengan design klasik. Rumahnya tak terlalu besar, namun halaman depan dan belakangnya sangat luas. Disana ditumbuhi berbagai macam pepohonan, mulai dari pohon buah hingga pepohonan akasia, rindang dan terawat. Ada beberapa jenis burung dan seekor rusa betina yang dipelihara ayahnya menambah ramai penghuni halaman. Rumah asri itu dihuni Donna, Kiki kakaknya, Bibi Juju dan Endah, anak bibi Juju.

Donna, Donna, Donna, Donna; Donna, Donna, Donna, Don.
Donna, Donna, Donna, Donna; Donna, Donna, Donna, Don.
"Stop complaining!“ said the farmer,
Who told you a calf to be ?
Why don`t you have wings to fly with,
like the swallow so proud and free?“
Calves are easily bound and slaughtered,
never knowing the reason why.
But whoever treasures freedom,
like the swallow has learned to fly.
           
Lagu mengalun terus dari speaker active dengan full volume. Yang mendengar sepertinya sangat menghayati lagu yang ditulis orang Yahudi yang telah dialih bahasakan ke beberapa bahasa Negara di dunia tersebut. Dia tampaknya tak menaruh peduli ditulis oleh siapa dan sebenarnya juga itu merupakan lagu dengan rating tertinggi sering  diputar di zona aman 5 x 5m nya itu, walau kadang tak didengar pula. Tentang alasan mengapa dia menyukai lagu itu, dalam rimba pikirnya lagu itu memang sengaja untuknya dan manusia – manusia sepertinya. Lirik – lirik yang mengagumkan, juga ada namaku, Donna. Begitu hematnya ketika pertama kali mendengar dan mendownload liriknya di internet. Dia setuju menjadi anak sapi ataupun burung itu adalah pilihan karena kita akan bebas ataupun terintimidasi hidup itu terserah pada kita sendiri. Namun kemudian dia berfikir kembali, apakah memang semuanya punya pilihan. Dia sendiri merasa seperti anak sapi yang berharap punya sayap hingga bisa terbang bebas dan bangga di udara. Melintasi batas fikir, mendekatiNya.  Setidaknya dia mengerahkan semua tenaganya mencari sayap – sayap sisa yang mungkin disediakan Tuhan untuk anak – anak sapi yang ingin bertransformasi sepertinya. Namun, sejauh ini sayap – sayap itu belum mampu dia raih apalagi mengepaknya. Kalau sudah begitu maka dia akan sampai pada sebuah kesimpulan bahwa kadang menjadi keduanya bukannlah pilihan, tapi penunjukkan langsung dari Sang Tuan. Anak sapi tetaplah anak sapi. Pesimis? Mungkin. Tak banyak. Toh dia berpikir anak sapi kelak juga akan memiliki banyak menfaat ketika sudah menjadi dewasa, menghasilkan daging dan susunya yang penuh nutrisi. Sabar dan maksimalkan semua kekuatan anugerah Sang Tuan.
           
Kembali ke ikan – ikan tadi. Melihat ikan – ikan itu begitu leluasa berenang kesana kemari, dia baru ingat kalau sudah lama sekali dia tidak ke pantai dan menikmati hangatnya sunset di atas surfing board bersama Kiki. Sekarang, dia sedang ingin melakukannya karena suasana hatinya yang juga sedang gelisah. Tiba – tiba sebuah pelukan hangat mendarat di bahunya membuyarkan lamunannya yang sedari tadi.
            “Hmmm… adikku sayang sedang memikirkan apa?” Tanya Kiki sembari mengecup hangat rambut adiknya.

            Yang ditanya tersenyum menggeleng – gelengkan kepala. Kiki sangat menyayangi Donna sama seperi Donna menyayanginya. Kiki pernah ditawari kerjaan di Luar Negeri dengan gaji dengan nominal menggiurkan, tapi karena dia tak ingin jauh dari adiknya itu hingga pekerjaan itu pun tak diambilnya. Saking dekatya mereka berduq, Kiki bisa dibilang hampir selalu tahu kondisi hati adik semata wayangnya itu.

            “Bilang ama Kakak, mungkin Kakak bisa bantu.” Ucap Kiki sembari disertakan dengan bahasa isyarat. Yeah, Donna memiliki kekurangan fisik. Dia bisu sejak kecelakaan parah beberapa tahun lalu yang berimbas pada beberapa syaraf dikepalanya. Ayah dan ibunya meninggal waktu kejadian. Kakaknya telah berusaha membawanya berobat mulai dari pengobatan alternative di kampung – kampun hingga operasi di luar negeri. Namun, hasilnya nihil, hanya pendengarannya yang membaik. Fungsi saraf untuk suaranya tidak dapat berfungsi lagi.
            Dia menggeleng lagi. Kiki  meleset.
            “Kalau ada apa – apa ngomong ama Kiki yeah?”
            “Uhhmmmm..” Jawab Donna mengangguk. Tersenyum.
            Kiki bergegas meninggalkan kamar adiknya karena akan berangkat kerja, tak lupa satu kecupan lagi didaratkan di rambut indah Donna. Donna bersyukur dianugerahi makhluk kekar itu. Menjaga dan menyayangiya, hingga tanpa ibupun dia tidak merasa kurangnya kasih sayang. Kiki berlalu, Donna mendekati laptop merah burgundy yang dinamainya Hubby. Hubby dianggapnya lebih dari sebuah gadget high tech dengan layar 14”, barang itu seperti sahabat baiknya. Karena bisunya, Donna lebih banyak menjalin komunikasi dengan makhluk lainnya dengan menggunakan Hubby tersayangnya itu. Berselancar ria di dunia maya dan melupakan dunia nyata yang kadang menyakitkan untuk orang – orang sepertinya. Donna rutin mengunjungi berbagai macam situs jejaring sosial seperti facebook, twitter dan beberapa situs web chat lainnya. Seperti yang lain, dia juga sering mengunduh foto – fotonya pada situs – situs itu. Ketika itulah, dia merasa begitu hidup dan melupakan disabilitasnya. Sebenarnya dia tidak begitu minder dengan keadaannya, hanya saja dia merindukan kala dia dapat bercakap – cakap lepas dengan temannya dan menyanyikan lagu – lagu Saybia ataupun Kristina Aguilera favoritnya di dalam kamar mandi.

            Dari jejaring sosial inilah dia mengenal sesosok pria yang membuatnya selalu gelisah jika tak saling bertukar kabar barang sehari saja. Hadi Arya namanya, seorang pria asal Aceh. Donna berhubungan dengan Hadi kurang lebih selama satu setengah tahun terakhir. Hubungan dari sekedar chatting di dunia maya berlanjut dengan saling tukar menukar nomor hp hingga akhirnya timbulnya komitmen. Dia mengenal Hadi sebagai pria sholeh yang lembut tutur bahasanya. Hadi selalu mengingatkannya untuk beribadah dan dekat pada Sang Tuan. Menurut hemat Donna, pria itu adalah sosok lelaki ideal. Tapi ada satu masalah, mereka tak pernah bertemu  di dunia nyata  dan Donna tak pernah jujur kepada Hadi tentang disabilitasnya itu. Mereka selama ini berhubungan via chatt, jika Hadi ingin menelefon maka yang akan menjadi temannya bercakap adalah Endah yang menjelma menjadi Donna atas permintaan adik majikannya itu. Dia terlalu takut untuk kehilangan seseorang yang memberi perhatian lebih padanya. Dia juga berfikir hubungan ini tak akan dibawa serius. Hal itu tetap ada pada kenyamannya hingga kemarin waktu mereka chat.
            “Aku akan datang ke Ambon besok. Aku ingin ketemu kamu dan keluargamu.”
          Sebuah pernyataan yang membuat darah Donna berdesir sampai ke otak. Donna membisu, kali ini bisunya double. Ternyata dia salah kaprah tentang keseriusan pria ini. Setelah beberapa saat berlalu dalam kebisuan. 

            “Adik tidak senang yah? Kenapa tidak dibalas? Apakah hubungan kita hanya main – main untukmu, dik? Kalau memang main – main, ternyata saya salah tentang adik. Aku serius dalam menjalani semua ini.” Chat message susulan yang masuk karena tidak ada balasan dari  Donna. Tidak ingin menjadi orang yang jahat, Donna kemudian meluruskan beberapa pernyataan Hadi dan bersedia menemuinya. Hadi senang bukan kepalang. Donna galau bukan main.

*****************************************
            Scooter merah memasuki areal parkir Ambon Plaza, tempat yang disetujui untuk mengeksekusi pertemuan itu karena tempatnya yang gampang ditemukan. Mengenakan rok hijau dan baju motif bunga – bunga, Donna kelihatan begitu anggun. Jilbab dengan warna senada melengkapi kecantikannya. Tampak Endah dengan tampilan kurang lebih serupa setia menemaninya. Seperti biasa. Kali ini Endah benar – benar tak siap berlakon menjadi adik majikan sekaligus temannya itu. Takut ketahuan.

            “Aku tidak bisa melakukannya kali ini, Don. Kenapa kita tak jujur saja, kalau dia benar – benar sayang kamu berarti dia akan terima kamu apa  adanya.” Ucap Endah kala memasuki lobi plaza. Dia ragu. Dengan wajah memelas, Donna meletakkan tangan kanan di dada tepat di posisi jantungnya dan melakukan gerakan melingkar. Endah mengerti apa yang dimaksud Donna. Dia sedang memohon untuk ditolong. Hingga gerakan dan wajah itu dipasang Donna, maka benteng terkuat dirinyapun akan luruh seketika karena sayangnya pada teman bisunya itu.

            Setelah beberapa waktu, mereka telah duduk bertiga dalam sebuah court food. Endah mengaku sebagai Donna dan sebaliknya.  Donna tak tahu rasa apa yang ada dalam dirinya kini, benar – benar bergejolak. Dadanya rasanya mau meledak. Jatuh cinta buta dengan pria ini.  Pria ini ternyata tidak berpura – pura sedikitpun. Tampangnya meneduhkan mungkin akibat basuhan air suci itu dan tutur katanya begitu lembut dengan sentuhan dialek Aceh membuat siapapun merasa nyaman berbicara dengannya. Dia benar – benar tak tahan pria ini berbicara lepas dan diimbuhi tawa kecil dengan Endah, dan dirinya hanya  bisa  senyam senyum. Dia kemudian merasa bersalah karena telah membohongi pria ini. Pria yang dengan tulus mencintainya walau tak pernah bertatapan langsung. Dalam hidupnya Donna tak pernah membohongi orang lain seperti didikan mendiang orang tua dan kakaknya hingga membuatnya makin gelisah. Dia tak ingin membohongi orang ini. Dia teringat akan lagu favoritnya, Donna Donna.

Aku tak ingin menjadi anak sapi hari ini. Yeeah tidak hari ini. Aku ingin menjadi burung itu, terbang bebas. Bebas dari ketakutan akan ke-tidakterima-an orang terhadap kekuranganku. Aku tidak terlahir bisu dan tidak sebagai pembohong. Kalaupun aku bisu sekarang itu adalah takdir, tapi untuk membohongi orang ini, jelas itu bukan takdir. Pikirnya panjang melihat mereka berdua bergantian. Yang ditatap senyum.


Donna meletakkan Cola yang sedang disedotnya, mengambil sesuatu dari dalam tas mininya. Spidol. Tisu yang ada diatas mejanya pun disobek dari plastic dan kemudian menulis sesuatu disana. Endah dan Hadi tiba – tiba menghentikan percakapannya dan melihat kearahnya. Penasaran dengan apa yg ditulisnya Hadi bertanya ingin tahu. Endah tegang. Donna tak menjawab sembari menyodorkan kertas tisu itu pada Hadi.
“MAAF TELAH BERBOHONG, SEBENARNYA AKULAH DONNA. MAAF.” Tulisnya.

*****************************************
            Donna merasa tiba – tiba kamarnya begitu sempit hingga dia tak sanggup bernafas. Tak henti dia mengucurkan air mata kecewa karena reaksi Hadi ketika tahu keadaan sebenarnya. Dia mengeluarkan tisu tadi dari dalam tasnya. Donna ternyata belum siap dengan reaksi Hadi yang dituangkan balik dalam tisu itu, hingga dia memutuskan sampai di rumah baru akan dibukanya kertas tisu itu. Donna membuka kertas tisu itu, dia menyemangati dirinya bahwa Hadi mungkin memang bukanlah orang yang dapat mencintainya dengan tulus. Apa yang di abaca selanjutnya akan membuatnya kaget hampir mati. Disana tertulis,

            “AKU MENUNGGUMU JUJUR, AKU SUDAH MENGETAHUI SEMUANYA DARI ENDAH BEBERAPA BULAN LALU. AKU MENCINTAIMU KARENA ALLAH DAN IJINKAN AKU MENJADI LIDAHMU KARENA ALLAH. WILL U MARRY ME..??”

            Air matanya perlahan menetes membuyarkan tinta pada tisu itu. Akhirnya hari ini dia menemukan cintanya karena kebesaran cintaNya.