Minggu, 17 Juni 2012

Cinta Dua Beda

            Pagi yang biasa itu, gadis manis penyuka warna ungu yang dicinta terbaring damai di pembaringan terakhirnya. Dia telah bersua dengan Bapa di surga. Sedang seorang pria jangkung masih berdiri berhadapan dengan salib setinggi setengah badan yang berukir nama orang yang paling dicintainya itu. Matanya sembab sambil menggenggam kalung pemberian kekasihnya itu.
            “Selamat jalan sayangku. Akhirnya kau bersua dengan Bapa di sorga. Akan kujaga cinta kita sampai batas terjauh kubisa.”
            Dia pandangi langit. Disana hanya ada langit biru berawan.
            “Bapa, tolong jaga dia yang begitu mencintaiMu. Begitu cintanya my lil butterfly padaMu hingga membuatku harus selalu berlomba denganMu setiap saat. Dan sekarang dia sepenuhnya milikMu.” Katanya sambil tersenyum. Tetes air mata yang asin masih saja menetes perlahan membasahi wajahnya. Tetes air mata iringi melepaskan orang yang sangat dan begitu dikasihinya. Dia meletakkan boneka Tedy Bear mungil diantara sepuket bunga lili kesukaannya.
            Si pria itu kemudian berjalan perlahan meninggalkan pekuburan. Sunyi  tersisa di tanah yang masih basah itu. Angin berhembus menggugurkan daun bunga kamboja yang jatuh menyentuh boneka kecil itu. Seorang wanita dengan lesung pipi mengamati kekasih hatinya yang telah berjalan membelah sunyi pekuburan pagi itu.

***************************
            “Ya Tuhan, bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku, Allahku, gunung batuku, tempat aku berlidung, perisaiku, tanduk keselamatanku, kota bentengku. Bapa, Kaulah sumber damaiku dan penyempurna hidup. Tuntunlah aku selalu dalam kudusMu agar setiap detil hidupku kujalani seperti Kau yang kudus. Ya Allah yang maha kasih dan maha kudus, Bapa kami dalam Yesus Kristus! Aku sangat membutuhkan dan merindukan kasihMu. Terima kasih atas berkat hari ini yang diberkahkan bagi ku
            Seorang gadis dengan wajah teduh sedang berlutut di dalam sebuah kapel mungil di salah satu sudut kota. Rambut panjangnya dikepang, sederhana dan cantik. Rok ungu muda dengan atasan kaos ketat putih panjang membalut tubuh putihnya. Tampaknya setelah dia begitu tenggelam dalam do’anya, dia kemudian menutupnya dengan gerakan berbentuk salib di bagian atas tubuhnya. Diluar seorang pria yang mirip Nicholas Saputra menanti sambil mengembat jagung rebus yang dibelinya tadi.
            “Riiiiss, aku udah selesai. Jalan yuukk..” ajak si gadis.
            “Ooh kamhou udhah shelesaiii shayang?,” tanyanya menimpali sambil terus mengunyah.
            “Udah. Ayoooookkkkk..” ajak si gadis lagi. Manja.
            “Iyhaa iyhaaa bhawhel,” kata si pria menyetujui.
            Motor mio merah yang mereka kendarai meluncur bangga sehabis dimandiin dan di-Kit mengkilap membelah jalanan yang agak lengang.
            “Mau kemana kita, ibu?” Tanya Risky berlagak tukang ojek.
            “Ke pasar, bang. Kok ngebut banget, bang? Jawab kekasihnya itu menimpali.
            “Iyah, khan aku biasa ngebut kejar hatimu.” Risky gombal.
            Tawa renyah menghiasi wajah mereka berdua selama perjalanan. Kali ini mereka akan ke sebuah sudut di pasar tradisional sekitar 2 km jauhnya. Indri, kekasihnya itu sedang memesan sesuatu di tempat penjualan kalung besi putih.
            Sesampainya di tempat yang dituju, Indri kemudian mengambil pesanan yang sudah siap itu dan membayarnya.
            “Apa’an siih?” Tanya Risky
            “Rahasia donk.. Oke now, bang ojekku. Let’s go to the beach.”
            Setelah sekitar satu jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di tempat yang dituju. Pantai pasir putih sunyi di pinggiran kota. Pantai itu adalah salah satu tempat dalam daftar tempat – tempat yang seru untuk dikunjungi mereka.
            “Happy anniversary sayang.” Kata Indri sambil tersenyum hingga lesung pipinya muncul menghiasi wajahnya.
            “Oh shiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit……. Aku lupa hari ni anniversary kita sayang. Maaf ya. Maaf ya. Kamu jangan marah yaaa.. yah yah...” Bujuk Risky.
            “Aahhhh gak asik banget kamu Ris.... huufth. Gak apa – apa deh. Aku punya sesuatu untukmu.”
            “ Maaf lagi sayang. Aku benar – benar lupa. Apa ini? Jadi yang kamu pesan tadi?”
            “He emmm.. dibuka doong”
            Risky membuka bungkusan tadi, di dalamnya ada sepasang kalung besi putih berbiji halus dengan mainan kalungnya berbentuk persegi panjang. Di satu sisi mainan kalung itu terukir kanji indah yang berarti selamanya. Sedang di sisi lainnya terpasang foto mereka berdua.
            “Kalung?? Makasih sayang. Happy anniversary ya, gak sadar ya udah 5 tahun kita jalan. Sayang kamu.”  Kata Rizky sambil mengecup kening kekasihnya itu.
            “Iyah, udah lama ya kita jalan. Sayang kamu juga.” Risky mengalungkan kalung tadi ke leher Indri, sebaliknya itu dilakukan oleh Indri. Indri memposisikan sisi dengan tulisan kanji di depan dan foto mereka berdua di belakang.
            “Kok kamu gak nongolin aja muka kita berdua biar kemanain kamu pergi semua pada liat foto kita.. hehehe..” Goda Risky.
            “Aaahh norak aaaah. Lagian tujuan aku design seperti ini bukan begitu. Aku akan membalikkannya tepat di dadaku. Posisi terdekat ke hatiku. Biar hatiku selalu mencntaimu.” Kata Indri sedikit lebay sambil membetulkan kalung itu disamping kalung salib emas mungilnya.
            “Hmmmmm.. gombaaaaaaaal.” Risky menimpali sambil tertawa kecil dan mengacak rambut Indri yang hitam.
            Hari makin sore dan elang menukik pulang ke peraduannya. Sunset hari ini sangat indah, sedikit refleksi kasih Bapa dalam alam, begitu Indri melukiskannya. Mereka berdua bergegas pulang. Risky mengantar Indri sampai di depan rumahnya. Di balik jendela, seorang ayah berdiri tegak mengawasi dengan seksama anak gadisnya yang baru pulang.
            Setelah say goodbye, Risky bergegas membalikkan motornya. Pulang.


**************************
            Rumah bercat biru yang sederhana itu begitu lengang jika waktu seperti ini. Hanya sering terdengar suara mengaji. Pintu berderit ketika dibuka Risky.
            “Udah pulang kamu Ris?” Tanya ibunya yang sepertinya baru selesai sholat maghrib.
            “Iyah, mi.” Yang ditanya menjawab sambil mencium tangan ibunya.
            “Udah sholat blom? Sana mandi dan cepetan sholat jangan ampe gak keburu.” Ucap ibunya lembut. Risky menggeleng.
            “Bagaimana mau sholat, umi. Dia begitu sibuk ngurusin pacarnya yang kafir itu.” Ujar seorang lelaki tua dengan santai namun menikam.
            “Abiiii, istigfar bi.”
            “Yang harus istigfar tuuh anak umi tuh. Entah bagaimana lagi abi harus nasehatin kamu, Riskyyyyyy. Dia itu beda agama sama kita. Anak pendeta lagi. Astagfirullah. Kharroooom.. Kharrrooooom.”
            “Abi, napa siih? Emang napa kalo dia beda agama sama kita? Dia makan makanan yang sama ama kita, bii. Dia tidur juga bukan dalam kandang babi melainkan dalam kamar seperti kita. Hanya yang dia sembah dan dia yakini beda dari kita trus kita gak boleh dekat gitu. Bukan kah Tuhan juga menganjurkan agar hidup damai berdampingan”
            “Itu masalahnya Riiiiis, yang dia sembah beda dengan kita. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku. Sampai kapanpun abi tidak bakalan setuju kamu sama dia. Masih banyak wanita muslim di luar sana. Malu abi, sama Jemaah abi. Abi yang sering menceramahi orang, malah anak abi sendiri tidak mampu abii tuntun.”
            “Udahlah, bii. Aku capek, gak mau berdebat lagi.”
            Risky berlalu menuju kamarnya meninggalkan ayahnya yang meninggi emosinya. Mandi dan sholat.
            Sementara, di sisi lain di sudut kota itu.
            “Bapa di sorga, terima kasih atas kasihMu memberkati makanan ini. Berkatilah kami, O Tuhan, dan berkat- berkat ini yang akan kami terima dari kelimpahan-Mu, melalui Kristus Tuhan kami. Amin.”
            “Ameeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeen”
            Anak dan bapak itu kemudian menyantap menu sederhana malam itu dengan tenang.
            “Hmm.. masih berhubungan dengan si pria muslim itu?” Tanya sang bapak.
            “Ekhmmmm..” Indri berdehem tanpa mampu menjawab.
            “Suster – suster di gereja sering mengingatkan ayah untuk menegurmu karena menganggapmu seperti adik. Apakah kamu sangat mencintainya hingga anak ayah bisa bertindak seperti ini?”
            Indri abstain.
            “Kamu ayah adopsi dan Ayah membesarkanmu dengan kasih dan nafas Kristus, dalam kudusNya. Mengapa kau lebih memilih seorang lelaki yang berseberangan denga kita.”
            “Bukankah Yesus mengajarkan kita untuk selalu menebarkan kedamaian di muka bumi dan mencintai sesama manusia ayah. Aku mencintainya. Hanya saja dia berbeda agama, kita gak boleh berhubungan?”
            “Seorang kristian yang baik ketika dalam setiap detil hidupnya dia mampu menjadi kudus seperti kudusNya Yesus Kristus. Jangan bilang kamu melupakan itu. Anda jika ayah merestui kalian. Apakah kamu mampu melakukan itu seumur hidupmu?”
            Indri abstain lagi.
            “Dengarkan ayah baik – baik. Ada seorang lelaki Kristian yang taat. Dan dengan dialah seharusnya kamu berhubungan. Kamu mengerti?”
            Indri abstain lagi. Selera makannya tiba – tiba hilang.
            “Aku sudah selesai.” Katanya sambil berdiri mengangkat piring makannya. Si pendeta  hanya menggeleng dan menghabiskan makanannya dengan tenang.
            Indri bergegas masuk kedalam kamarnya. Diraih buku diary kecil berwarna Abu – abu disamping boneka Tedy Bear pemberian Risky. Dia mulai menuangkan rasa hatinya diatas kertas putih itu.
         
Mengapa harus ada agama yang berbeda, jika perbedaan itu hanya akan menjauhkan dan mencerai beraikan antara kita. Bukankah cinta ada karena diciptakan. Dan siapa yang membelokkan hati kalau bukan para Tuhan. Salahkah aku mencintainya sedang rasa ini datang dariMu, Bapa.
            Kau adalah pertahanan terakhirku… Aku mencintaiMu dan aku mencintaiNya karenaMu. Aku akan tetap memegang teguh kudusMu dalam hatiku sampai aku akan kembali kepada Bapa di sorga.
            Aku bermimpi jika suatu hari nanti hanya akan ada satu Tuhan yang berhendak. Agar tak akan ada lagi tirai pembatas dalam mencinta. Aku juga bermimpi suatu hari nanti kalopun ada beberapa Tuhan, namun perbedaan itu tak akan mencerai beraikan kita. Tapi mimpi masih menjadi mimpi.

***************************
            Khusuk hati bersimpuh memuja dan mengadu padaNya yang kaffah. risky masih menenggelami dzikir dalam subuh yang damai. Kembali bersua dengan TuhanNya.
          

Ya Allah, Tuhan Maha Pengampun dan Penyayang. Apa yang harus kulakukan dengan hatiku. Kaulah yang berkuasa untuk membolak balikkan hati ini. Kaulah yang berkuasa atas hati ini. Aku tak bermaksud melawan abi dan umi ataupun Kau yang Maha Indah. Aku hanya mencintainya. Mencintainya. Jika kau tak takdirkan kita bersama maka tolong balikkan hatinya agar tak mencintaiku lagi agar hatinya tak kesakitan karena mencintaiku  Tuhan. Amin.
            Selesai sholat subuh Risky bermaksud untuk tidur lagi. Hari ini dia mesti ke kampus karena ada quiz. Tapi tiba – tiba tempat terakhirnya Padi yang dia setel sebagai nada sms berbunyi. Dia melihat malas kearah layar hp multifungsi dengan senter itu. Dia klik tombol open. Ternyata dari gadis cintanya itu, Indri. Dia tersenyum sesaat karena tau pengirimya, namun setelah itu mulutnya melongo tak percaya apa yag dibacanya. Tangannya tak mampu menggeggam hp nya hingga benda kecil itu jatuh ke lantai. Samar – samar dari layar mungil itu.
 

            Selamat pagi, saya hanya merasa perlu untuk memberitahumu. Anak saya Indri Maria Angelica telah berpulang ke pangkuan Bapa di sorga. Dia baru saja meninggal dengan tenang.
Risky menangis sejadi – jadinya. Tak menyangka akan kehilangan cintanya begitu dini. Cinta yang diperjuangkan selama 5 tahun dengan jatuh dan belum sempat bangun.
            “Indrii.. indriiii.. indriiii.. jangan pergi ndri. Tolong jangan ninggalin aku sedirian ndri. Aku gak mampu ndri.. tolong jangan kau tinggalkan aku seperti ini indri, jangan.”
            Risky menangis memecah subuh hingga tertidur.  
               
           
           
           
           

             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar