Senin, 30 September 2013

ORION & MEROPE Part 2


Apakah adikku yang lesbi?
“Bang, Za berangkat ya.” Pamit Zakiyah membuyarkan lamunan ngaco abangnya. Dia tak lupa menyalami Uminya dan bergegas mencari angkutan ke kantor. Lokasi rumahnya yang strategis di pusat kota, membuatnya tak sulit untuk segera mendapatkan angkot. Dia bergegas menuju angkot yang menepi kearahnya. Di dalam angkot tersebut terdapat beberapa mahasiswi yang bertengger. Za sempat menghitung jumlah mereka, semuanya lima orang. Dia menempatkan posisinya tepat di samping pintu. Tiganya berhadapan dengannya, sisanya duduk sederet dengannya. Dia menamai mereka komplotan A dan komplotan B karena setiap komplotan sepertinya sibuk masing – masing. Karena bengong tanpa teman, dirinya menganugerahi kesempatan emas pada si sopir untuk satu komplotan dengan dirinya. Komplotan C. Gendeng.

(Komplotan A)
“Tahu gak sih kalian. Semalam aku pergoki Fajar bersama selingkuhannya itu. Ternyata cewek gatel itu si Ida. Junior aku di MIPA.” Cetus si jilbab merah.
“Masaaa??? Yang biasa pake motor beat merah itu kan?? Iiihhh si Fajar liat apanya siih. Jelek juga, berani gatel yah ama cowok senior. Mesti kita labrak tuh” Timpal si mahasiswi yang lain garang.
“Iyah. Semalam aku mau labrak siih, tapi malu aku lagi ama mama.” Jawab si jilbab merah tadi.
“Iih mesti kita kasih pelajaran apapun yang terjadi, biar dia tau berurusan ama siapa. Gila dia, jangan kebiasaan yah.” Kali ini yang bergigi kawat mencetus konspirasi sadis.
“Aku juga berfikiran kayak gitu. Sebentar yah selesai kuliah statistik kita labrak dia.” Yang punya pacar telah memutuskan eksekusi sebuah konspirasi tolol.


(Komplotan B)
“Eh kasian si Dina yah?” Mahasiswi sederet denganku kini yang angkat suara.
“Kasian kenapa emang?” tanya mahasiswi dengan jilbab melingkar bak labirin penasaran.
“Masa kamu gak tahu? Dia udah hamil lima bulan. Dan Gunawan gak mau tanggung jawab. Katanya itu bukan anaknya. Ihhh..”
“Kok bisa sih Gunawan bilang kayak gitu? Brengsek emang laki – laki.” Tanggap si jilbab labirin.
“Bukan gitu, masalahnya aku pernah dengar Dina pernah tidur ama dosen Analis kita biar bisa lulus mata kuliahnya. Mungkin Gunawan gak yakin akibat itu kali.”
“Gitu yah? Ih cantik – cantik gitu yah. Tahu kita yang biasa – biasa aja tapi gak gitu.”
“Iyah, tapi jangan kamu bilang siapa – siapa yah. Antara kita berdua aja, belom ada yang tau. Janji yah.” Katanya GOBLOK.

(Komplotan C)
BINGUNG HAMPIR MAMPUS.
            Dalam pikirnya, Za tak mengerti mengapa mahasiswi – mahasiswi ini harus kuliah susah – susah namun tak bisa mengaplikasikan pemetaan posisi diri mereka sendiri dengan baik. Dia memang pernah mendengar yang lebih sadis dari itu, tapi dia bersumpah demi apapun dia tidak pernah dan tidak  akan pernah terbiasa dengan cerita – cerita tersebut. Harus dia akui kalau benda bergerak ini memang memiliki kekuatan magis layaknya sebuah kamar pengakuan. Para jemaat angkot ini terutama yang betina senang sekali melakukan prosesi sakramen pengakuan dosa. Hanya bedanya yang hebat, sakramen pengakuan dosa dalam angkot ini bukan hanya pengakuan dosa diri tapi lebih banyak pengakuan dosa orang lain. Mereka masih sibuk mencipta alur – alur cerita yang mereka dapati. Tentu saja masih dalam satu settingan tempat. Angkot.
            Bosan, Za mengalihkan perhatiannya pada seorang bocah loper koran yang sedang menjajakan korannya. Mereka sedang terjebak di lampu merah untuk beberapa saat. Dia membeli beberapa dari bocah itu. Dia akan selalu membeli koran dari bocah tersebut setiap kali lewat jalanan itu, walau dia tahu dia takkan pernah kekurangan koran di kantornya. Dia melihat tulisannya yang merupakan headline news itu. Selalu miris, namun kemudian senyam - senyum sendiri. Dia mengingat bahwa Umi dan abangnya adalah pembaca setia semua tulisannya. Terlebih Uminya akan menggunting semua berita Za yang dimuat di koran, entah itu bagus atau biasa – biasa. Uminya kemudian akan menempelnya pada sebuah album yang cover-nya gambar si Za kecil.
            “Ini akan mengingatkan Umi kalo gadis kecil Umi sudah tumbuh dewasa dengan baik.” Kata Uminya suatu waktu ketika dia tanya tentang hobi Umi yang menurutnya lebay itu.
            Angkot yang ditumpanginya berhenti, ternyata tepat di tempat tujuan. Dia bergegas memasukkan koran – koran tadi ke dalam daypack hijau miliknya. Setelah membayar angkot, dia bergerak masuk ke kantornya yang tak begitu besar. Seperti hari – hari laiinya, semuanya sibuk dengan pekerjaannya masing – masing. Dia melirik ke arah kantor Kiki, bosnya itu sudah berada disana sedang sibuk dengan tab –nya. Setelah dia mengisi penuh cangkir spongebob-nya dengan kopi dari coffee maker, dia bergegas ke mejanya dan memulai pekerjaan. Hari ini dia harus menyortir cerpen – cerpen pembaca yang sudah masuk ke e-mailnya untuk dimuat di rubrik sastra besok. Senyum manisnya tersungging mendapati animo pembaca yang sangat baik terhadap rubrik baru itu, hingga tak kurang dari 60 cerpen yang received.
            Za menghabiskan sekian jam dan bergelas – gelas kopi demi membaca cerpen – cerpen itu. Banyak yang bagus menurutnya dan tak sedikit pula yang aneh – aneh yang membuatnya ngakak.
            “Eh kita mau lunch. Gak ikutan?” Tanya Riani, sahabat dan fotografer koran mereka.
            “Thank U yah, kalian duluan aja, tanggung nih.” Jawab yang ditanya.
            “Okelah, jangan terlalu telat makannya, maag kamu kambuh nanti sayang.” Riani menimpali disusul jempol Za yang diangkat tinggi.
            Za bergerak membuat kopi di coffee maker lagi. Dia menyukai kopi, terlebih jika dia sedang serius dengan kerjaannya. Tak terlalu perduli dengan kandungan caffein yang terkandung dalam  cairan jelaga itu. Dia ingin kembali berkutat dengan cerpen – cerpen itu, namun getaran di HP nya menghentikannya. Ada sms. Dia melirik nama pengirimnya, Kiki.
            “Boss..??” Za melihat ke kantor Kiki sebelum membuka pesannya. Ternyata dia tak disana. Isi pesannya menyuruh Za untuk membuka laci meja kerjanya. Agak bingung dengan pesan bosnya, namun dia tetap mengikuti instruksi Kiki. Dia membuka laci sejurus, ada sesuatu di dalamnya, seperti kado mini. Dia agak tak nyaman dengan sesuatu seperti itu, hanya saja mau bagaimana  lagi. Di dalam bingkisan itu ternyata terdapat sebuah cincin sederhana namun anggun. Agak terkesiap dengan pemberian bosnya itu, dia bergegas mencari Kiki.
            “Ini maksudnya apa bos?” tanya Za mengagetkan Kiki. Za ternyata sedari tadi menunggu Kiki dalam ruangannya.
            “Za, aku gak bisa tahan perasaan ini lagi. Aku sayang ama kamu Za.” Ungkap jujur Kiki.
            Za terdiam sejenak, agak tak percaya dengan apa yang barusan di dengar.
            “Za, kamu gak bisa yah baca semua perhatian aku ke kamu? Aku sayang ama kamu sudah lama, Za. Aku hanya gak ingin hubungan kita rennggang hanya karena rasa sayangku.  Maaf, Za.”
            “Aku yang harus minta maaf, Ki. Maaf, aku gak bisa terima kamu.” Za memberi cincin itu kembali kepada Kiki dan berlalu begitu saja.
            “Tunggu, Za. Ada orang yang kamu sayang, Za?” tanya Kiki hampir putus asa.
            Yang ditanya menggeleng.
            “Kamu terlalu baik buat aku, Ki.”
            Sebelum bosnya melanjutkan lebih jauh lagi. Dia permisi untuk keluar. Ternyata Kiki tak ingin pasrah dan mengekori Za sampai meja kerjanya demi mendapat jawaban kenapa ia ditolaknya, Dia menanyai Za berulang kali dan tak dipedulikannya tatapan – tatapan mereka yang penasaran terhadap apa yang terjadi. Za mulai tak nyaman dengan perlakuan Kiki.
            “Kamu benar mau tau kenapa aku nolak kamu. Aku gak pantes buat kamu.”
            “Itu bukan alasan, Zakiyah. Aku sayang kamu. Apapun yang telah terjadi sebelumnya pada kamu, aku akan tetap sayang kamu, Za.”
            Za terlihat agak gelisah tak menemukan alasan lain. Dia lelah berdebat. Dia meraih daypack miliknya dan merogoh sesuatu dari dalam benda itu. Recorder. Dia membuka telapak tangan Kiki dan menaruh benda kecil itu disana.
            “Ini adalah alasan mengapa aku tidak pernah berani menjalin hubungan dengan seseorang. Dengar itu baik – baik, dan putuskan apakah aku masih pantas untuk kamu.” Jelas Za dengan nada aneh di suaranya. Mood kerjanya hari ini langsung hilang tak berbekas. Dia meninggalkan kantor. Meninggalkan Kiki yang masih bingung dan penasaran dengan apa yang sebenarnya ada dalam rekaman itu. Mengapa wawancara kemarin dengan si cabul itu harus mengubah keputusannya untuk menyayangi Zakiyah?


****** bersambung