Selasa, 13 November 2012

Tenggelam Bersama Senja di Puncak itu.


            Pukul 03.30 pagi itu.Ku nyalakan mesin scooter ku dan langsung meluncur cepat membelah jalanan yang sunyi.Angin malam yang menikam iga tak lagi kuindahkan.Kupelankan laju motorku dan kubiarkan angin itu menyapu wajah dan mataku yang sembab. Kuarahkan setir menuju ke pinggiran kota, tak ada terminal pasti hanya ingin menikmati malam ini dan melepaskan seluruh masalah. Jika memiliki masalah, dengan mengendarai Loli ku membelah jalanan kota, maka perlahan masalah itu akan kulupakan. Namun kali ini berbeda, sudah 2km berlalu dan aku masih merasakan ada tetesan asin itu mengalir perlahan membasahi pipi. Hush – Hush milik Pussycat Dolls  dengan lirik egois mengalun perlahan melalui earphone sungguhpun juga tak membantu, hanya menambah debit air yang keluar dari bola mataku. Aku benar – benar jatuh kali ini.Aku tak menyangka bisa seterpuruk ini hanya karena hal brengsek itu.Cinta.
            “Annnjjjeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeenggggggggggggggggggggggggg”, teriakku keras berkali – kali panjang.Hanya jalanan lengang yang melongo membalas teriakanku.
           
******************************

            Nafasku memburu berpacu dengan jantungku yang mungil. Baru setengah jalan dan biji mataku sepertinya akan keluar dari tempatnya. Beban berat dipundak dan medan yang cukup sulit bagiku yang seorang anak mami yang tak pernah diajak masuk hutan sepertinya akan jadi gala premiere yang menjengkelkan. Kakiku rasanya diikat barbell seberat 5kg dan carrier yang kubawa rasa – rasanya ingin kubuang saat ini juga jika tidak mengingat semua logistik yang ada di dalamnya.Kuperhatikan wajah mereka satu – persatu.Damn. Mereka biasa saja, malah ada yang cengar – cengir macam kuda jatuh cinta.Usut punya usut kasat punya kusut, ternyata banyak yang berpasangan.Pantesan aja, kalo gak ni cewe – cewe manja dari tadi mungkin ngos – ngosan kayak kebo lari zig – zag 5km deh. Dalam hati kumaki diri sendiri mengapa mau saja diajak untuk mengikuti kegiatan ini.Agenda rutin teman – temanku ini dilakukan tiap pergantian tahun. Kali ini puncak gunung Salahutu jadi target pendakian.  Aku tak pernah ikut sebelumnya tapi dipaksa sahabatku yang wajahnya innocent dengan sedikit meng- copypaste adegan sinetron Indonesia yang payahnya tak ketulungan itu, akhirnya aku meleleh juga. Bukan karena aku kasihan atau tertarik, hanya saja jika tak kuiyakan tak lama lagi aku akan muntah. Dan Tereeeeeeeeeeeng….. Disinilah aku.Berada di belantara yang tak kukenali dengan mereka yang tak semuanya kukenali.Cacing diperutku pun sudah sedari tadi menjelma jadi Shahruk khan dan Kajol, berkejaran kesana kemari dan berdendang tak jelas dalam usus – ususku. Tak kusangka makian dari benakku pun menjadi server yang mengirim content dangdut music ke perutku menyemarakkan pesta cacing – cacing itu. Alhasil makin lapar.Hajoooooooooooooooooohhhhh…
            “Breaaakkkkkk………. Kita break 15 menit dulu disini,” ucap seseorang berambut gimbal temannya teman temanku yang sepertinya leader pasukan siap tempur ini. Tadi aku datang terlambat dan tak sempat berkenalan satu – satu jadi aku tak kenal siapa dia dan peduli setan, yang penting aku bisa istirahat sejenak.Oooh thank U God ,I love U so much.. much.. much.. batinku sambil menengadah langit membual Tuhan. Kuraih botol air mineral yang tinggal dasar dan sepotong roti coklat sizeXL  dari dalam carrier bag, kuemut perlahan. Roti ini kubeli di warung Bi Rasmi, sepertinya dibuat dengan bahan terbaik dengan campuran coklat murni dan keju  impor dari Belgia, baru pernah kurasakan roti seenak ini di dunia. Ngeeeek. Lebay..tahulaah lapeer.
Matahari tepat berada vertikal dengan kepalaku.Panasnya tidak terlalu terasa karena mungkin banyak pohon rindang yang meneduhi kami.Kuperhatikan satu – persatu teman seperjalananku itu.Kami berjumlah delapan orang, terdiri dari empat cowok dan empat cewek.Enam diantaranya pasangan kekasih.Pelajaran nomor kesekian kalinya buatku, jangan pernah bepergian dengan temanmu yang berpacar jika kamu sendiri tak memiliki makhluk berahang lebar itu. Jika tak menyenangkan maka hanya buat kita macam kambing congek yang sukanya cengar – cengir mengiyakan apa saja yang dikatakan. Dan kalimat yang terakhir itu yang sering terjadi.
            “Heei..jangan dilipat de’ kakinya, ntar urat – urat kaki lo timbul semua. Peredaran darah gak lancer soalnya,” ada yang bersuara.Aku berbalik. Eh ternyata si gimbal tadi. De’??sejak kapan gua jadi adek lo.. Ternyata berjalan menyusuri tanjakan – tanjakan sialan itu membuat emosiku labil.
            “Eh bang..iyah bang,” kataku mengiyakan tanpa lepas mengemut roti ku.
            “Baru pertama kali naek gunung ya?Capek ya?” tanyanya.
            Menurut loooooooo…………..
            “Iyah bang, baru pernah naek. Tuh diajak ama si Tia tuh,” kataku sambil menunjuk yang dimaksud.Yang dimaksud masang senyum macam senyum si duyung aspalela.
            “Oooh..tapi masih semangat kan?” tanyanya lagi. Lama – lama ni si gimbal kayak dosen statistik gua ya. Nanya mulu dari tadi.
            “Iyah bang, masih semangat kok. Masih lama ya kita nyampe puncaknya?”
            “Kalo kita cepat berarti gak lama lagi kok. Paling lambat kita jalan sekitar 3jam-an lagi, tinggal menyusuri beberapa tanjakan lagi. Udah, dan kita nyampe di puncak deh.”
Glek.…Mampus gua.Dia bilang apa? 3 jam? Harus jalan 3 jam lagi?
            “Oiyah, lo yang tadi terlambat khan? Kita blom sempat kenalan. Gua Fauzan.”Katanya sembari mengulurkan tangan.
            “Oiyah gua Risha.” Sapaku menimpali.
            “Risha kuliah satu angkatan ma Tia ya?.” Tanyanya lagi sambil menggaruk rambut gimbalnya.
            “Hu um.”Kujawab pendek.
       &nsp;    “Damai berada disini.” Lanjutnya tanpa membutuhkan pendapatku.
            Entah mengapa diam sejurus kemudian.Dia diam dan akupun ikut – ikutan diam. Angin berhembus pelan menyusuri pepohonan dan mengayunkan dahan – dahannya.Kuperhatikan wajahnya.Manis juga si pria ini… pikirku mengikuti naluri natural wanitaku. Dia buang pandangannya jauh menenggelami lembah yang terhampar tepat di tempat kami duduk.Dari tempat ini kita dapat melihat dengan jelas jejeran pulau indah.Sepertinya canda tawa keras teman – temanku tidak sedikitpun menggubris hayalannya.Dia benar – benar tenggelam di dalamnya.
            “Zaan… kayakya kita dah boleh jalan sekarang ne, hampir malam.” Teriak seorang yang bernama Dani yang performance nya tidak jauh beda dari yang diteriaki. Yang diteriaki akhirnya kembali ke dunia nyata lagi.
            “Oiyaaah… break selesai. Kita lanjut ya.Periksa kembali, jangan ampe ada yang ketinggalan. Dhan lo lead ya. Gua backing.Kita jalan agak cepat soalnya dah mo malam.Jarak jangan jauhan y.”Instruksinya padat.
            “Siaaaap boss.” Semua menimpali.
            Carriers berat kita pikul kembali. Sandal – sandal gunung yang menempel di kaki dikencangkan juga.Beruntung bagi mereka yang berpacar.Jika merasa tidak mampu memanggul beban mereka, bisa ditrasnfer ke pundak lelakinya, ataupun jika sudah istirahat bisa dipijitin sana sini. Lah dirikuuu,… hiksss…
            Kita mulai mendaki dan terus mendaki menyusuri rimba nan agung. Udara makin terasa dingin dan kabut mulai menyetubuhi.Aku takjub. Dalam hati aku bujuk jiwa untuk akan kembali mendaki ke tempat – tempat seperti ini lagi.
            “Mo coba berjalan tanpa sandal, Isha?.” Tanyanya sedikit berbisik.Aku tak sadar jika posisi jalanku kini berada tepat di hadapannya.Dan kini dia memanggilku dengan sebutan itu membuatku agak merasa aneh.
            “Tanpa sandal? Tapi kakiku sensitive. Takut luka bang.”
            “Coba aja. Hanya untuk beberapa langkah ke depan. Coba hal baru itu baik loh”
            “Hmmm… oke deh.”
            Kubuka rekatan sandal gunungku enggan.Sedikit goresan saja bisa membuat kakiku merah – merah seharian.Dia berbaik hati untuk memegang sandalku.Ku langkahkan kakiku hati – hati memijak tanah yang agak basah itu.Mulai nyaman dengan pijakanku, aku kembali fokus dengan berat beban di pundak yang makin lama sepertinya makin berat.Sesaat kemudian, aku merasa menginjak sesuatu yang sangat lembut.Setengah terkejut perpaduan dingin dan lembutnya.Aku arahkan pandangan kearah kakiku.Ternyata disana terhampar lumut hijau tebal seperti karpet yang digelar Tuhan untuk para pendaki.Subhanallah.Kubalik badanku dan tersenyum simpul padanya dan dibalas dengan kata pendek.
            “Welcome to my world.”
            Teman - temanku baik cewek – cewek maupun cowoknya yang amatiran dalam dunia daki mendaki ini kelihatannya sudah mulai menggerutu dan dengan pertanyaan yang sama diutarakan. Kapan nyampe nya sih? Masih lama ya?. Dan dengan jawaban yang sama dari tadi Sebentar lagi dah nyampe kok. Padahal nyatanya masih harus berjalan jauh.
            Setelah beberapa lama berjalan di jalanan rata dan sedikit mendaki kita akhirnya sampai di puncak gunung itu.Puncak pertama yang kutaklukkan.Puncak itu diselimuti kabut tipis.Pepohonan khas yang tak begitu tinggi tumbuh disekitar tanah kosong puncak.Botol – botol kosong maupun berisi tergantung diantara cabang – cabang berlumut pohon.Teman – teman yang kelelahan tampak telah energik kembali, berteriak – teriak tak jelas.Aku sendiri mematung tak bersuara.Kubiarkan kabut menerpa wajahku. Tak menyangka aku bisa  berada setinggi ini. Ada perasaan aneh muncul dari balik dada, aku tak bisa mengiterpretasi.Mungkin jatuh cinta, mungkin hanya kagum pada puncak berkabut ataukah pada diri yang berani jauh dari rumah yang penghuninya super duper protektif.
            “Welcome to the pick of Salahutu. Take your time to feel the breath. You’ll feel your own breath on it finally.”Katanya membule sambil lalu.Aku telaah kata – katanya.Gak nyampe.Kubawa mataku menuju ke si Fauzan ini. Dia mengambil posisi tepat di salah satu sudut puncak itu, dia merogoh sebatang pena dan sepertinya buku harian dari dalam back pack hitam kecilnya. Menulis.Kutinggalkan dia dan buku hariannya dan menurunkan carrier berat di pundakku.
            Hari mulai gelap dan udara makin dingin. Dua buah dum dengan kombinasi biru hitam menempel di sisi lain puncak. Malam ini Dhani yang jadi kokinya dan pacarnya Mita merangkap asisten koki.Tetepp.
            “Makanan is ready. Wallaaahhhh…. Spagetti ala chef Mita dan chef Dhani.” Lagak Mita kayak koki pro.
            “Enak gak ni? Kayaknya dari tampilannya gak meyakinkan deh.” Tia menggoda
            “Waaahhh.. ngeremehin nih anak. Gini – gini pernah sekolah masak nih.” Mita timpali.
            “Sekolah masak di dapurnya Dhani ya, gak masak malah dipeluk.” Haris menambah bumbu.
            Dan malam itupun kita lewati dengan candaan – candaan hingga pagi menjemput. Kopi dan snack yang dibawa kawanan ini jangan ditanya banyaknya. Fauzan sampai senyam senyum waktu lihat isi carrier kita satu per satu.
            “Mau dagang disini mbak – mbak???.”Begitu katanya mengejek.
            Kita berencana stay untuk dua malam di puncak ini karena baru besok malam pergantian tahunnya. Tak lupa isi carrier tadi terisi dengan beberapa kembang api warna warni untuk perayaan kecil – kecilan.
            “Blom tidur..??” Tanya pria gimbal itu mengagetkan. Aku memang terjaga malam ini.Tak tahu mengapa.Kubuka sedikit resleting dum untuk sekedar menengok kabut dini hari.
            “Gak bisa tidur. Bang juga kok blom tidur..???”Tanyaku balik.Aku mulai terbiasa dengan sebutan Bang karena tahu ternyata dia memang lebih tua 6 tahun dariku.Yang ditanya malah hanya tersenyum.
            “Gabung yuuk.” Katanya sambil mengisyaratkan duduk disampingnya.
            Kuraih sandal dan gabung bersamanya ditepian dum.Dia menyodorkan kopi hangat untukku.Kuseruput kopi hitam itu masuk ke dalam tenggorokan menghangatkan tubuh yang memang menggigil.
            “Bang sejak kapan suka naek gunung?”
            “Hmmm… dari SMA sudah suka naek gunung. Hobby hingga jadi candu..hehehe”
            “Capeeekkk… tapi emang sih terbayar dengan view nya.”
            “Gunung itu mendamaikan. Alam itu refleksi Tuhan.Kita akan lebih mengenal Tuhan lewat alam.”
            Aku tak menyahut.Angin da kabut bersinergi membuatku ingin memeluk waktu ini bersamaku dan membawanya pulang bersamaku.
            “Kamu pasti akan kembali kesini lagi.”Tandasnya padat.
            “Kok Bang yakin gua bakal kembali kesini lagi..???”Tanyaku penasaran.
            “Sepertinya lo bakal candu.. hehehe…” Dia ngasal.
            “Hmmm… maybe yes maybe no.” Timpalku sejurus.
            “Lo mau gak jalan ma gua??”Tanyanya pelan dalam hirupan kopinya.Aku yang malah tersedak.
            “Maksudnya?”Tanyaku memperjelas.
            “Gua suka ama lo.Gak terlalu banyak bicara, suka nyelonong sembarang.Buat apapun sesuka lo. Gua suka lo, De’.” Terangnya benar – benar dalam ketenangan jiwa dan raga dalam hirupan kopi selanjutnya.
            “De’ mau gak jadi pacar gua?”Tanyanya serius kali ini.
            “Hmmm… kita kan baru kenal, Bang.” Jawabku grogi.
            “Kita masih punya banyak waktu untuk kenalan kan? Gua beneran suka ma lo.”
            “Sebenarnya gua juga suka ama Bang sih, hanya gak yakin.Ada stereotype anak – anak yang bilang anak – anak PA suka mainin cewek.”
            “Terserah de’ aja gimana maunya, tapi gua gak ingin ditolak.”
            Aku berpikir lama sambil tenggelam dalam diam. Hingga akhirnya subuh itu, kita berdua sepakat untuk berjalan dalam suatu hubungan yang tidak terlalu serius. Jalani apa adanya dan normal – normal saja. Kita juga sepakat tidak perlu dipamer – pamer ke yang lain. Dari sinilah mulailah perjalanan kisah kasih manis nan aneh kita.


*********************************
          “Happy 6th anniversary, jelekku.”Katanya sambil melingkarkan tangannya ke pinggangku yang agak kedinginan.
            “Happy anniversary juga, jelek. Gak nyangka ya, hubungan kita bisa bertahan ampe tahun ke 6. Puji Tuhan.” Balasku.
            “Iyah. Telah banyak hal yang kita lewati bersama. Always stay by me.” Lanjutnya.
            Hari itu, kita berdua merayakan hari ulang tahun jadian kita di puncak gunung Binaya.Begitulah kita sering menghabiskan waktu luang dengan memijakkan kaki di puncak – puncak kedamaian.Seperti katanya dulu, memang diriku juga telah candu.



                                                                            *bersambung




Catatan Akhir di Kampus Biru



Panas tikam otak menyentuh hingga psychology mencipta hujatan panjang.Mahasiswa yang sebagian besar siap nganggur udah ngantri dari pagi menunggu si ibu siapalah namanya bagian administrasi untuk pengambilan toga. Hingga azan Dhuhur berkumandang, blom juga ada tanda – tanda ujung kacamata si ibu itu. Episode hujat – menghujat pun makin panjang.Gua perhatiin satu – satu wajah teman mahasiswa.Tampaknya bahagia. Guatanya diri, apa gua juga sebahagia mereka? Jawabannya diantara. Ahahaha..
Dalam ni rimba otak sedang sibuk berkecamuk hal – hal yang akan hilang atau setidak – tidaknya intensitasnya bakal berkurang jauh. Hmmm…Hal pertama yang muncul sekaligus buat galau, uang jajan.Kalo kuliah minta duit, daftar pertanyaannya bakal kurang dari 2 pertanyaan.Walau duitnya bakal digunakan melenceng dari jawaban pertanyaan itu.Tapi kalo minta duit jangankan selesai wisuda, H-2 gini aja daftar pertanyaannya bakal panjang kayak daftar belanja bulanan nyokap.Ujung – ujungnya kalo gak lolos babak tes lisan itu, uang jajan pun nihil. Hadeeehh…
Cerita selanjutnya, tuntutan keluarga dan diri.Abis wisuda mo ngapain?Mo kerja dimana? Masa depan gua cerah benderang ato gelap kelam gulita? Hallaaahh… Planning tetap ada, tapi sebelum pengeksekusian planning – planning itu ada beberapa keadaan yang gak masuk perhitungan terjadi hingga kayaknya harus dirombak habis – habisan. Kadang jargon let it flow like a water menjadi pilihan terakhir. Keluarga pengennya jadi PNS biar jelas. Tapi gua benar – benar gak siap dengan rutinitas yang sama setiap hari sepanjang hidup. Pagi mesti ke sekolah, sorenya udah capek gak pengen ngapa – ngapain pasti langsung istirahat. Besok nya gitu lagi. Besoknya besok besok sama juga. Kalo udah nikah apalagi. Mungkin orang bakal berpikir gua aneh atau apalah, tapi jangankan dijalani, dipikirkan aja gua ampe abstain. Swuueer gila.Gua gak pengen hidup datar – datar aja dengan aktivitas yang juga datar. Gua lebih suka jadi guru kontrak atau lepas dari satu daerah terpencil ke satu daerah terpencil lain sembari nikmati hidup sebelum kawin, tapi keluarga pasti gak ngijiinin. Tawaran datang dari kampus untuk melanjutkan studi pada beberapa Universitas di Pulau Jawa pada Maret mendatang tapi bingung diambil atau tidak.Masih mengalami dualisme pertimbangan.hadeeeehhhh lagee…..
Hal yang kupikirkan lainnya adalah kehilangan mereka, sahabat.Gua punya banyak teman tapi seperti para manusia pada umumnya, ada beberapa manusia yang mungkin sengaja diciptakan Tuhan untuk melengkapi puzzlehidup manusia lainya agar lebih mudah saling menghidupi hidup bersama, sahabat.
And tereraangsss…Ni dia ni para manusia yang bersedia meluangkan sedikit ruang dalam hatinya untukku.

*Ka Ela… :p
Kite mulle cerite dari si Ella, si manis dari jembatan 1 dekat barangka toboko. Hahaha.. Sohib gua yang satu ini berasal dari kota Gorontalo sana. Lembutnya gak ketulungan.Gilanya gak ada buntut, kayaknya saraf di otaknya ngilang 10 kait.
Hmmmmm… gua gak ingat pasti kapan kita kenalan waktu di kampus tapi masih teringat jelas pertama kali melihat sosok gadis maniswaktu ospek dengan tinggi sekitar 160-an dengan umur yang gak seharusnya nangis ampe segitunya, nangis termehek – mehek hingga wajah putihnya memerah kayak udang dan gak bisa napas. Cerita punya cerita, dia dipaksa pacaran ma senior jorok dengan tahi mata ukuran kubah masjid menempel di sudut matanya.Serius gua..kubah masjid. Pernah si senior berceloteh tentang eksistensi mahasiswa dengan tambahan aksesoris tahi matanya itu, and the result is kita semua gak fokus pada eksistensi mahasiswa yang dicelotehin itu tapi malah cekikikan nyetel autofokus pada eksistensi tahi matanya itu..hahaha..
Memang banyak dosen dan mahasiswa yang kecantol dengan pesona cantik alaminya..hallaaaahhh… ;D
Yang nanya no hape dan namanya gak jangan dihitung.Dari mulai dosen, tukang somai, tukang bakso, tukang ojek, malah tukang jaga masjid juga pernah.Kalo yang ditanya gua, siap – siap sohib gua ini gonta ganti KTP dah. Pernah gua bilang ke salah satu dari mereka namanya Gina, lainnya Elizabeth, lain waktu lagi Rina, dan segudang nama lainnya.
So far, Gua salute ama sohib gua ini. Banyak pelajaran yang gua petik dari perjuangan hidupnya. Kisah struggle kita alurnya sama sebenarnya tapi temanya a little bit different. Mungkin itu pula yang buat kita bisa dekat dan berbagi tentang banyak hal.



* Safria..  ;)
Ini dia si Miss Perfectionist.Actually bukan dalam hal stylish tapi lebih ke hal – hal kecil yang jarang manusia pikirkan, dia pikirin.Beneran.Dan hal – hal itu bakal membantu banget kalo sedang diperluin. Contoh konkrit : misalnya pantat celana sobek ni dalam suatu perjalanan, nyari safria buntutnya, karena safria pasti punya jarum dan benang sekaligus bakat menjahitnya. Kalo sakit juga, meski safria bukan bu doktel, tapi dia pasti punya kotak penuh obat lengkap dengan deskripsi kegunaannya.
Gua bangga ma sohib gua ini, personal leadership nya jempolan. Kritis,, (dalam hal ini teman baiknya gua.. cita – cita kita jadi pemerhati pendidikan Maluku Utara.. semogaa… ahaha).
Bendahara kecamatan, sering juga gua menyebutnya seperti itu.Gua orangnya boros, jadi kalo urusan uang sebagian besarnya ya yang urus ya safria, biar gak kepake habis. Hahaha…
Banyak dosa gua ama dia..hahaha.. maap yua..
Gua pernah nipu seisi kelas kalo dosen killer nya dah masuk.Berhubung gua ketua tingkat, percaya aja mereka. Hahaha..
Safria hampir aja nyetop angkot dan naik ojek demi baca sms gua.Si Ella sampe gak mandi padahal baru masak dan bau kompor. Teman wartawan gua lari dari kantor walikota..sementara gua lagi main PS di rental deket kampus…. :D
Kampus oh kampus..safria oh safriaku.. :p


* Juniarty.. ;p
Gua masih ingat pertama kali kita bertemu beberapa tahun lalu.Ketika itu kita sedang menjalani masa orientasi mahasiswa.Si cewek ini senang menyenandungkan lagu Baby oh Baby atau apalah judulnya itu milik Cinta Laura. Suaranya dari nilai 10 kuhadiahi 0 saat itu. Begitu sumbang dan nadanya lari zig zag kayak orang dikejar babi, kalau didengar Cinta Laura mungkin bisa digugat dengan pasal seenaknya banting lidah hingga lagunya terdengar aneh. Tapi disisi lain, gua salut dengan semangatnya. Tgak pusing dengan kata orang.Semangatmu dari nilai 10 kuhadiahi 11. Bersama sepupunya, mereka seperti kembar siam gila. Naga – naganya ingin bernyanyi dengan aksen British English fasih tapi yang terjadi malah lidah berputar kayak gulungan roti molen. 
Gua suka orang gila karena tidak sedikit yang menganggapku seperti itu.gua tipikal orang yang banyak diam dan senang mengamati. Tidak banyak bicara dengan orang baru dan jikalau bicarapun hanya jika diperlukan.Berbanding terbalik dengannya yang hiperaktif seperti ponaan 7 tahun ku jika disogok uang pattimura.Lo yang berisik dengan pembicaraan kosong dan sedikit songong, sangat tak gua suka disamping gadis galau yang baca puisi sambil ngesot kayak film horror itu.
Gua ingat juga ketika sohib gua ini gak mau ambil baik ketika dibilang orang miskin oleh senior jorok dengan merah pinang di mulut. Gua hanya bisa geleng – geleng kepala dan abstain. Ada tiga alasan sebenarnya gua geleng – geleng, alasan yang pertama gua ngeerasa lucu dengannya yang lugu sekaligus terlalu jujur, alasan yang kedua gua pusing melihat senior dengan ludah pinang keteteran di sudut - sudut bibirnya itu, dan alasan terakhir…hmmmm..lupa agua. Senior itu pulalah dengan tiga senior sok disiplin yang menggonggongku seperti sepherd karena aku mengikuti orientasi pakai sandal. Dan kau….. kau selalu tersenyum melihatku. Aku tak tahu mengapa kau selalu begitu.Apa waktu itu diotakmu aku seperti badut keliaran. Tak tahulah.
Seiring waktu berlalu, tak tahu di episode yang mana kita bisa bersahabat dan dekat.Mungkin benar kata idolaku Soe Hok Gie, “Kita berbeda dalam segala kecuali dalam cinta”. Cinta itulah yang menyatukan kita

If I come back to Ambon, I’ll be missing U guys…. Missing our outstanding moments. Every single we’ve ever stepped together was ma best moments…. 
It’ll be weird when I used to do everything with U guys, in a few weeks later I’ll do by ma self or another new fren..




Selasa, 21 Agustus 2012

Lelaki Itu




Melantai KM.Lambelu 03.00 WIT

Hidup selalu penuh dengan rahasia Tuhan. Aku selalu percaya ujung dari rahasia Tuhan itu sejurus dengan bagaimana cara kita menyikapi. Aku sepakat  jika kita dianalogikan seperti bidak dalam peta permainan Sang Tuan.  Hanya saja permainan Sang Tuan ini cukup adil. Kita diberi opsi dan bebas memilih, dan pada akhirnya pemilihan opsi itulah yang akan menentukan kelanjutan level diri kita. Kadang jika Sang Tuan tidak memberikan opsi pada kita, maka kembali lagi bagaimana kita akan menyikapinya. Bijakkah atau terpurukkah? Jawabannya tergantung. Hidup itulah yang menjadi papan catur Sang Tuan. Hidup terkadang menguliti kita, membuat kita terbang kemudian tenggelam. Dinamika yang ditawarkan hidup membuat kita banyak belajar tentang bagaimana memecahkan puzzle – puzzle Sang Tuan. Aku sendiri banyak belajar hidup dari manusia - manusia di sekitarku. Aku belajar dengan merefleksikan diriku dalam diri mereka.

Mereka yang mencintaiku, mereka yang membenciku.bahkan mereka yang meninggalkanku. Kesemuanya itu aku rangkai hingga mencipta suatu domain untuk mendewasakan diri.
Salah satu manusia yang membuatku banyak belajar tentang hidup ini sedang berada tepat dihadapanku. Tertidur lelap berdesakan dengan segerombol pria bertato yang baru pulang mengadu nasib di gunung botak sana. Lelaki berperawakan tinggi dan dirambutnya mulai ditumbuhi uban halus ini kuperkirakan berusia sekitar 40an tahun. Sesekali dia tersenyum dalam pulasnya sambil berkomat kamit. Mungkin sedang dibuai dengan mimpi indah. Diatas bibir tipisnya tumbuh rambut halus hingga membuatnya terkesan manis dimataku. Lelaki separuh baya ini pada awalnya tak sengaja bertabrakan denganku sewaktu diantar pamanku menaiki kapal pemerintah tanpa slogan safety first ini. Lelaki ini memutuskan berbarengan denganku karena ternyata kita sejurusan. Dari ceritanya tadi aku tahu bahwa dia berniat menjemput cucunya yang sedang sakit disana. Dengan panjang lebar dan semangat dia mengkisahkan hidupnya. Aku seperti biasa lebih suka menjadi pendengar setia jika sedang beriteraksidengan orang asing. Dari ceritanya juga aku tahu kalo dia memiliki istri cantik dan 6 orang anak,si sulung seusia denganku. Aku pernah bertemu dengan si sulung beberapa kali karena dia kuliah sekota denganku. Anak perempuannya itu berperawakan tinggi langsing dan cantik. Si sulung mandet kuliah setelah married by accident.  Lelaki ini begitu bergairah menjalani hidup. Begitu hematku jika melihat dari wajahnya yang berbinar mengisahkan hidupnya.

Kuperhatikan lekat ujung rambut hingga ujung kaki lelaki yang masih tertidur pulas ini. Dikepalanya bertengger topi hitam rip curl, kemeja kaos, celana jeans dan sandal zandillac. Aku mengaguminya. Sungguh mengaguminya. Aku ingin menanyakan beberapa hal pada lelaki ini. Pertanyaan yang telah 22 tahun kupendam dalam hati. Padahal pertanyaan itu sebongkah pertanyaan sederhana. Mengapa kau meninggalkanku sendiri? Mengapa kau membiarkan aku hidup tanpa kasihmu ayah? Apakah kau pernah merasa bersalah dan merindukanku? Aku merindukanmu ayah, bolehkah kau kupeluk seperti anak - anakmu yang lain?
Dan dia tetap diam. Aku akan selalu mendoakanmu ayah karena berkatmu aku bisa berdiri lebih tegar dan akan selalu kubanggakan setiap bulir air mata yang telah kuteteskan untukmu. Akan kutapaki terus cadas hidup dan aku sadar aku tak lagi membutuhkanmu mengajariku menjalaninya. Akan kusambangi mimpiku. Aku dulu selalu bermimpi bahwa kau adalah bahagiaku ketika mimpi - mimpiku tereksekusi. Namun telah kubuang mimpi itu jauh. Kubiarkan terbang bersama zarrah dan kabut di puncak - puncak yang pernah kubaui.  GBU.

Kamis, 19 Juli 2012

Mimpi Dara Pesisir




Kaus kaki hitam longgar melekat di kaki
Ujungnya sengaja kukencangkan dengan karet gelang
Daki hitam mewarnai kerah putih kekuningan ini
Kuperkosa jalanan panjang ini lagi
Ama’ ku sayang..
Janganlah kau cemaskanku
Aku dara muda yang belum ingin disetubuhi dan dikeringati laki
Aku jua tak ingin hanya berakhir di perut mereka dan asap kayu bakar
Aku punya semangat
Aku punya mimpi
Akan kuajak semangatku meraba mimpiku
Ama’ ku sayang..
Janganlah kau khawatirkanku
Pinangmu kau kunyah saja
Kebon almarhum abah masih bisa garap atau jual untuk  sekolahku
Akan kubuat kau melihat dunia
Akan kulukukis seyum indahmu bersamaku ketika mimpi menjelma nyata.

Kamis, 21 Juni 2012

Bocah Ruby



Bocah bermata sekilau ruby menatap kosong tanpa imagi
Bajunya kusam, sendalnya lepas
Segerombol nazzar berkeok di langit berdebu
Di tanah ini,
Nazzar mengintai iga – iga orang mati
Iga – iga keluarganya
Iga – iga teman – temannya
Begitupun iga – iga kaumnya
Dia lara, dia duka
Dia lelah menuding Tuhan yang diam
Dia lelah melihat manusia – manusia sakau membunuh
Menumpahkan darah yang anyir pada tanah lahirnya
Tapi si bocah ruby masih punya mimpi
Mimpi tentang hidup damai tanpa bayang ketakutan
Tentang wajah langit cerah pada laguna yang bening tanpa kepala berserakan
Mimpi ketika dia dan teman – temannya menanggalkan laras – laras panjang itu
Dan tanpa alas kaki berlomba mengejar aurora di cakrawala ….