By
: Harmony Hoejan
Kabut tipis masih menyetubuhi kala tarikan
pertama kopi hitam ini membasuh tenggorokan kecilku, masuk menelusuri alat
pencernaanku yang mungkin sudah bosan dengan cairan pekat hitam ini. Hmmm… atas
pencumbuan rimba hari ini, kau memang pantas membayarnya dengan dekapanmu
teman. Ku pandangi kau di sana, mematung seperti tugu puncak ini, hanya gerak
tanganmu yang sesekali menyentuhkan tepi gelas pada bibirmu yang hitam.
Hei manisku, Apa yang sedang bercokol di
pikiranmu? Aku kah? Atau dia yang selalu indah di matamu? Entahlah aku tak bisa
menebak, karena seperti biasa kau tak gampang ditebak - Mungkin dia. Berharap
tentang aku, mungkin juga yang lainnya. Entahlah, entah.
Disini., di ketinggian ini.., di kedamaian ini..,
di senyap berteman angin dingin ini.. sering kita dapat menghayalkan apa saja,
tergantung kedamaian ini membawa kita mengeksplor isi otak yang terbang nakal.
Sependapat denganku, manisku?
Ku mainkan gelas mungil di genggamanku hingga
tercipta riak yang indah di permukaan cairan yang dapat mencipta ekstase ini.
Hmm… Sudah sekian puncak kita teriaki, dan entah sudah berapa liter kopi yang
kita hirup bersama manisku. Rasa ini akan semakin tertanam dalam, seperti
cintanya Jean Baptise Grenouille terhadap bebauan.. atau pun sayangnya Sonja
kepada Lucian.
Taukah kau manisku, aku tersenyum sendiri atas
penggambaran rasaku padamu yang menurut server hatiku terlalu lebay… Hehehe… kayaknya memang terlalu
berlebihan dalam penggambarannya, tapi biarlah.. persetan.. Toh aku percaya,
sekiri apa pun kita, sekanan apa pun kita, atau senetral apa pun pemikiran
kita, otak kita tetap akan terkontaminasi melalui fase yang sama dalam dunia
percintaan. Aseeeeekkk….. hahahaha… kok tambah lebay.
Terlepas dari semuanya, ini aku , aku dan rasaku.
Rasaku yang terkadang tak kau mengerti. Rasa yang pernah menguliti hati hingga
ingin kutebas habis. Fuiiihhhhhh…. Ku tarik nafas panjang demi intermezzo flash
back semua yang pernah mengikat kita dalam quantum rasa yang membingungkan
beberapa tahun lalu. Ketika kita jatuh terjerembab dalam dimensi rasa yang tak
terbentuk.
Tarikan kopi keduaku. Kamu masih saja diam
berjalin bersama lamunanmu.. dan aku masih saja melamunkanmu, manisku..
Hei manisku, aku sadar benar hubungan yang kita
jalin ini mungkin tak akan selamanya, Dan rasa yang kau hamburkan untukku
mungkin akan habis. Entah esok, esok lusa, esoknya esok lusa… atau kapanpun itu.
Mungkin kita akan saling membunuh rasa, mungkin. Tak pasti,
tapi satu yang selalu ku tahu, manisku. Sepenggal mozaik hidupku bersamamu ini
akan selalu kusyukuri pada Tuhanku yang juga manis.
Dan terima kasihku padamu atas tahun-tahun
terakhir ini, Berbagi petuah, makian, celotehan penting sampe yang gak ada
isinya.. hehehe..
Hmmmmm…
Thanks a lot 4 what ye have given 2 me.. Ye will
neva eva lost me n’ vice versa….
Pick Of Gamalama, 26/9/2011
Gambar : Google (Berbagai Sumber)