Jumat, 15 Juni 2012

One Dream

Garuda Indonesia GA 890 bersiap melakukan maneuver untuk landing di bandara Internasional Běijīng Shǒudū Guójì Jīchǎng. Aku berdoa dalam hati moga aja ni pesawat bisa landing normal karena cuaca yang gak bersahabat membuat satu jam terakhir penerbangan dihiasi dengan turbulensi parah. Aku hampir muntah karena turbulensi itu dan kelaparan. Perjalanan ini menghabiskan waktu sekitar lapan jam dan satu – satunya makanan yang masuk ni tenggorokan dari pagi hanya sepotong agar – agar dan segelas coca – cola. Aku gak terlalu suka makan kalo lagi di pesawat jadinya kali ini si Billy, sohib dari Banten yang berbaik hati mengembat makanan – makanan itu. 

Setelah beberapa menit pesawat akhirnya bisa landing juga. Aku lipat selimut yang tadinya menutup seluruh badan ampe hidungku. Sambil merapikan jilbabku yang berantakan, aku buang pandanganku ke luar melalui jendela pesawat. Kabut berkelok – kelok menghuni setiap lekukan bandara ini.

Si pramugari menginfokan suhu diluar 8 derajat celsius. Mampussssssss……. Waktu di Jakarta suhu terpantau sekitar 17 derajat celsius, jadi kita smua pikir jaket tipis bisa lahh mengantisipasi dinginnya. Ada satu kejadian yang gak bisa aku terima ampe dunia tadi waktu ngantri mau keluar dari pesawat. Aku disalami ma seorang pria Indonesia yang bisa kutebak pebisnis yang sedang liburan karena perutnya yang buncit dengan kumis tipis. Hehe.. gak nyambung. Tapi benar saja, si pria tadi memperkenalkan diri sebagai Chief of Marketing produk penyedap makanan, sedangkan pria yang satunya adalah bosnya. Tampak ramah. Mereka bertanya tentang tujuan aku kesini. Aku memperkenalkan diriku sembari menjelaskan secara singkat jelas dan padat tujuan aku ma teman – teman disini. Ada senyum mengembang disitu.

Si pria : “Adek, asalnya dari mana dek?”
Aku     : “Maluku Utara, pak. Ternate tepatnya.”
Si pria : “Tahu gak ma produk penyedap rasa “ladaku”??”
Aku     : “Tahulah pak, yang kemasannya warna ijo gitu khan?? Ada tulisan ladaku.” Glek. Neng – nong, seratuuus.
Si pria : “Oh, saya kira adek tidak tahu dan blom ada disana, berarti sudah ada disana juga ya. Saya pikir pasarannya blom jangkau tempatnya adek yang jauh sana.” sambil ngliat bosnya sungging senyum bermakna ambiguous.
Aku sewot. Dalam  hati aku menggerutu. Sialaaaaan … tempat ane gak kampung - kampung amat pak. Lagian ente marketer – nya gak tahu. Kalo gak inget ni produk bumbu wajib kalo ane ma teman – teman naek gunung ni ya, ane sumpahin ni lidah ma tuh produk kalo ketemu. Di tempat ane bahkan kemasannya udah berubah jadi kuning udah gak ijo lagi saking lamanya disimpan didalam warung. Ingin aku keluarkan isi gerutuan itu. Tapi malah yang terpeleset keluar :
Aku     : “Minta no hp nya donk pak, biar nyampe di Indonesia, aku mampir minta Ladaku 1 karton. Dibawa pulang ke Maluku Utara bekal naek gunung setahun.”

Mereka menimpali sambil cekikikan dan  share no hp si Marketer. Mereka permisi duluan dan aku kembali mencari teman – temanku untuk keluar bersama. Belum lama, langkah kaki keluar dari ruangan pesawat itu.. Amsyoooooooooooong dah…. Sumpah demi apa aja, dingiiiiiiiiiiiiiiiinnyaaaaa.
Aku langsung menggigil. Darah dibalik vena­-ku berdesir cepat. Sementara kita semua hanya menggunakan attire berupa jas lengkap dengan baret juga dengan garuda di dada. Serius benar – benar lengkap. Suit ini juga yang membuat aku dan teman – teman dipelototin dari Indonesia ampe sini. Aku ngerasa agak aneh sih sebenarnya karena aku bukan tipe orang yang suka make seragam apalagi jalannya berseragam. Untuk yang satu ini aku benar – benar merasa kesulitan. Untung aja sepatu berseragam itu gak make high heels, kalo ampe itu terjadi bisa – bisa aku gantung diri. Glek. Allay. ^_^

Jam menunjukkan pukul 4 waktu setempat. Seperti biasa kita jalan berseragam menuju bus yang udah menunggu kontingen kita. Kita berjumlah 11 orang perwakilan provinsi yang berbeda. Tiap – tiap dari kita punya couple masing – masing dan couple aku dari Gorontalo, cowo charming bernama Raffi. Jadi ceritanye ni ya, kalo aku mau kemanapun harus barengan ama dia. Istilahnya kita berdua mesti saling bantu dan saling jagain. Untung aja masuk toilet gak barengan, kalo gak aku, berarti dia yang digebukin ampe lupa tanggal lahir. Sumpah. Secara disini sepertinya orang – orangnya sangar – sangar ciiiin…!!!
Dari tadi kita berpapasan ama ni orang – orang, kita senyum ke mereka lebih bagusan kita senyum ke kambing deh. Serius ghhaghaaah. Kalo kambing kita masih di “mbeeee’ee”- kan. Lah kalo mereka, wajahnya standar dengan mata cipit tanpa ekspresi gitu. Bikin sakit hatiiiih..(sambil muka memelas dan tangan didada,,, haha)

U know whaat….!!!!!!!!!??????????????^*$#%$##@%^&*

Selain permasalahan dengan senyam senyum kambing itu. Ada hal lain terbersit di dalam otak yang sangat menggangguku. Ane berasa seperti alien disiniiiiiiiiiih.

Ditanya mengapa……????#$%^&@##$#@#@*

Sepanjang mata dan ekor – ekornya jajan kesana kemari. Gak ada satupun yang berkulit gelap, hanya aku doaaaaaaankkkkkk….. oh tidaaaaaaaaaaakkkkkkkk (minjem istilah sinetron Indonesia.. glek.).
Sementara diantara kita bersebelas aja aku yang paling gelap, maklumlah anak Maluku. Jika hati berkenan mendengarkan silsilah nenek moyangku,  pada zaman dahuluu dahuluu sekaliiiii…. nenek moyang ku sebenarnya orang Indo, tapi karena sering berjemur di tali jemuran jadinya bronjol aku begini.. (ngasaaal. Hahaha.)

Setelah berjalan selama beberapa menit, naik turun eskalator yang banyak, akhirnya sampai juga kita dibus yang dituju. Gigiku bergeletuk sampai terdengar. Biasanya hidup disuhu Maluku yang seputaran 29 – 35 derajat celcius, kini harus berjibaku dengan suhu 15 hingga minus 5 derajat celcius. Bakso mas Bail bapaknya temanku terbersit di kepalaku, pasti enak sekali dilahap dingin – dingin seperti ini.
Seorang wanita muda, cantik, ramah dan putihnya yang bikin sakit hati lagi menunggu dengan tulisan “Indonesia – China Youth Exchange Program” sibuk memanggil – manggil. Kita menghampiri wanita muda dengan rambut sebahu itu dengan jaket bulunya. Dia tersenyum. Thanks God, ternyata dari sekian makhluk cipit dengan bahasa aneh belahan dunia lain ini masih ada yang diberi pelajaran toto kromo. Dan hebatnya dia dapat berbahasa Indonesia walau agak sumbang.
“Helo… welcome to China. Welcome to China. Welcome to China. Welcome to China. Welcome to China”.
Dia terus menyalami kita satu persatu. Waktu itu aku sempat menyesal mengapa rombongan kita jumlahnya gak seratusan aja ya, biar nyaho dia nyalaminnya. (otak jahil kambuh. hahaha).

Setelah kita udah masukin semua stuff kita ke dalam bagasi. Wanita itu kemudian bertanya untuk memastikan segala peralatan lengkap dan personilnya sudah semua. Nanga – naganya ingin bertanya “sudah semua?”, tapi yang keluar dari lidah China – nya “Utah semua aa?”, hal itu kontan buat seisi bus cekikikan dan menggodanya. Bus itu kemudian meluncur memecah kabut di jalanan kota. Wanita itu memperkenalkan namanya. Dia biasa dipanggil Vivian. Vivian kemudian bercerita panjang lebar tentang negaranya itu, khususnya tentang kota Beijing ini. Sedikit banyak yang membuatku kagum.

Kupandangi jalanan, berbanding terbalik dengan Jakarta yang kotor, jalanan disini sangat bersih dan tamannya tertata rapi. Vivian menjelaskan China sebagai Negara penghasil polusi terbesar di dunia, mencoba untuk menguranginya dengan ketiadaan kendaraan bermotor roda dua. Pantesan dari tadi aku tak menemukan motor setelah lama meluncur dijalanan, hanya sepeda – sepeda kumbang yang menghiasi pinggiran jalan khusus sepeda itu. Trem – trem beraturan mengangkut penumpang. Teratur banget. Salut untuk Negara dengan jumlah makhluk berotak terbanyak di dunia ini. Satu hal kesamaan dari Beijing dan Jakarta yang sangat ku benci, sama – sama macet gan.. untung aja pas kita datang gak terlalu macet – macer amat.

Jalanan tak begitu sibuk. Ku layangkan pikirku jauh menembus dimensi waktu menelusur hingga ke salah satu desa di pelosok Maluku sana. Kakekku. 
Kakek,. ini aku, aku yang menyetubuhi mimpiku. Mimpi yang selalu kau siram dengan wejangan - wejanganmu. Kau dewaku yang mengajarkan aku segalanya, tentang berani bermimpi dan pengeksekusian  mimpi - mimpi itu. Aku persembahkan semuanya untukmu. 
Pohon – pohon maple dengan warna daun kuning dan orange berguguran diatas jalanan dan tempat duduk taman membentuk harmony alam berupa seni abstrak simetris dengan ilustrasi deretan sepeda kumbang. Subhanallah. Aku berani bertaruh jika teman – teman baikku ada disini, setiap helaan nafas pasti diabadikan dan ujung -  ujungnya di upload di social network. Hehe… Unfortunately, social network gak diaktifin disini. Jadi jangan harap bisa update status or upload photos karena kita gak bisa pesbuk-an, twitter-an ataupun BBM-an di Negara ini… :p

Hari pertama di Beijing, jadwal kita mengunjungi beberapa tempat. Kita memulainya dari summer palace yang mana diperintahkan dibangun oleh ibu suri yang jahat (Vivian said Ibu suli yang jahhhat.. hehe). Kalimat ibu suli yang jahhat itu diulang mungkin lebih dari dua ratus lima puluh ribu kali, jadinya aku hapal mampus dikepala. Tempatnyaa….. beuuuuuuuh.. amazing gan. Bangunan dengan danau luas serta pagoda - pagoda membentang replika dari forbidden city. Sekilas seperti berada di zaman dinasti – dinasti berkuasa. Bersih lagi. Seandainya ini di Indonesia pasti banyak plastik sana – sono ples goresan tulisan dalam gambar hatipun tak terhitung dengan nama – nama samaran goblok. Disini tak kutemukan seperti itu.

Puas jeprat – jepret dan sedikit performance aku dan teman – teman disana. Kita bergegas meluncur ke tempat pengolahan mutiara. Aku lupa nama tempatnya. Maklum suhu disana waktu itu kayaknya buat aku setengah blo’on dan telingaku berdengung. Memasuki gerbangnya, kita disambut wanita cantik nan putih nian. Aku mengumpat dalam hati, ada gak sih satu makhluk aja yang warnanya coklat atau seenggaknya gelap dikit laah.. Ane merasa termarginalkan.. hahaha.. :p



 - to be continued.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar